Biasanya, bagi seorang anak yang sudah  dewasa, yang sedang bekerja  diperantauan, yang di luar kota atau luar  negeri, yang sedang  bersekolah atau kuliah jauh dari kedua orang  tuanya. Akan sering merasa  kangen sekali dengan Ibu. Lalu bagaimana dengan Ayah?
Mungkin karena Ibu lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaan kita setiap hari, tapi tahukah kita, jika ternyata 
Ayah lah yang mengingatkan ibu untuk menelpon kita?
Mungkin  dulu sewaktu kamu kecil, ibulah yang lebih sering mengajak kita  bercerita atau berdongeng, tapi tahukah kita, bahwa sepulang Ayah  bekerja dan dengan wajah lelah Ayah 
selalu menanyakan pada Ibu kita tentang kabar kita dan apa yang kita lakukan seharian?
Pada  saat kita masih seorang anak kecil. Ayah lah yang biasanya mengajari  buah hati kecilnya naik sepeda. Karena Ibu takut anak yang di sayanginya  terjatuh lalu terluka. Kemudian Ibu bilang, 
“Jangan dulu Ayah, jangan dilepas dulu roda bantunya.”  Dan setelah Ayah mengganggap kita bisa, Ayah akan melepaskan roda bantu di sepeda kita.
Tapi sadarkah kita?
Bahwa  Ayah dengan yakin akan membiarkan kita, menatap kita, dan menjaga kita  mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu si kecil nya 
PASTI BISA.  Pada saat kita menangis merengek meminta boneka atau mainan  mobil-mobilan yang baru, Ibu menatap kita dengan iba. Tetapi Ayah akan  mengatakan dengan tegas, 
“Boleh, kita beli nanti, tapi bukan sekarang.”   Tahukah kita, Ayah melakukan itu karena Ayah 
tidak ingin kita menjadi anak yang 
MANJA dengan semua tuntutan yang 
selalu dapat dipenuhi.
Saat kita sakit pilek, Ayah yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata,
“Sudah di bilang! kamu jangan minum air dingin!”.   Berbeda dengan Ibu yang memperhatikan dan menasihati kita dengan lembut.
Ketahuilah, saat itu Ayah 
benar-benar mengkhawatirkan keadaan kita.
Ketika kita sudah beranjak remaja…
Kita mulai menuntut pada Ayah untuk dapat izin keluar malam, dan Ayah bersikap tegas dan mengatakan, "
TIDAK BOLEH!"
 
Tahukah kita, bahwa Ayah melakukan itu untuk menjaga kita!”
Karena bagi Ayah, kita adalah sesuatu yang 
sangat - sangat luar biasa berharga.  Setelah itu kita 
marah pada Ayah, dan masuk ke kamar sambil 
membanting  pintu. Dan yang datang mengetok pintu dan membujuk kita agar tidak  marah adalah Ibu. Taukah kita, bahwa saat itu Ayah sedang memejamkan  matanya dan 
menahan gejolak di dalam batinnya. Bahwa Ayah 
sangat ingin mengikuti kemauan kita.
 Tapi lagi-lagi dia 
HARUS menjaga kita.
Ketika saat seorang pacar mulai sering menelpon kita, atau bahkan datang ke rumah untuk menemui kita, Ayah akan memasang wajah 
paling lembut sedunia. :)
Ayah sesekali 
menguping atau 
mengintip saat kita yang sedang ngobrol berdua di ruang tamu. Sadarkah kita, jika hati Ayah sedang merasa 
"cemburu!” 
Saat  kita mulai lebih dipercaya, dan  Ayah melonggarkan sedikit peraturan  untuk keluar rumah untuk kita, kita  akan memaksa untuk melanggar jam  malamnya. Maka yang dilakukan Ayah adalah duduk di ruang tamu, dan  menunggu kita pulang dengan hati yang
 khawatir. Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut - larut.   Ketika melihat si kecilnya pulang larut malam hati Ayah akan 
mengeras dan Ayah memarahi kita.
Sadarkah kita, bahwa ini karena hal yang di 
 ditakuti Ayah akan segera datang?
“Bahwa si kecil nya akan segera pergi meninggalkan Ayah”
Setelah lulus SMA, Ayah akan sedikit 
memaksa kita  untuk menjadi seorang Dokter atau Insinyur. Ketahuilah, bahwa seluruh  paksaan yang dilakukan Ayah itu semata - mata hanya karena memikirkan 
masa depan kita  nanti. Tapi toh Ayah tetap 
tersenyum dan 
mendukung kita saat pilihan kita tidak sesuai dengan keinginan Ayah.
Ketika  kita menjadi anak dewasa.  Dan kita harus pergi kuliah di kota lain.   Ayah harus melepas kita di bandara.  Tahukah kita bahwa badan Ayah  terasa kaku untuk memeluk kita?  Ayah hanya tersenyum sambil memberi  nasehat ini dan itu, dan menyuruh kita untuk berhati-hati.  Padahal Ayah  
 sekali menangis seperti Ibu dan memeluk kita erat-erat.
Yang Ayah lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundak kita, kemudian berkata “
Jaga dirimu baik-baik ya nak.”
Ayah melakukan itu semua agar kita
 KUAT tidak menjadi cengeng
. Kuat untuk pergi dan menjadi dewasa. 
Disaat kita butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupan kita, orang pertama yang 
mengerutkan kening adalah Ayah. Ayah 
pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.
Ketika  permintaan kita bukan lagi sekedar  meminta boneka dan mainan baru, dan  Ayah tahu ia tidak bisa memberikan  yang kita inginkan. Kata-kata yang  keluar dari mulut Ayah adalah, 
“Tidak. Tidak bisa!"  Padahal dalam batin Ayah, Ia 
sangat ingin mengatakan 
“Iya nak, nanti Ayah belikan untukmu”.
Tahukah kita bahwa pada saat itu Ayah merasa gagal membuat anaknya 
tersenyum. 
Saatnya kita diwisuda sebagai seorang sarjana.  Ayah adalah orang 
pertama yang berdiri dan memberi 
tepuk tangan untuk kita.  Ayah akan 
tersenyum dengan bangga dan puas melihat, 
“ Si kecil nya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang” 
Dan  sampai pada saat seorang belahan jiwa kita datang ke rumah dan meminta  izin pada Ayah untuk mengambil kita darinya.  Ayah akan 
sangat berhati-hati memberikan izin.
Karena Ayah tahu…
Bahwa lelaki/wanita itulah yang akan menggantikan posisinya dan perhatiannya nanti.
Dan akhirnya…
Saat Ayah melihat kita duduk di Panggung Pelaminan bersama seseorang yang mengasihi kita, Ayah pun 
tersenyum bahagia.
Apakah kita tahu?
Di hari yang bahagia itu Ayah pergi ke belakang panggung sebentar, dan menangis. Ayah 
menangis karena Ayah 
sangat berbahagia, kemudian Ayah berdoa. Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Ayah berkata, 
“Ya Tuhan tugas ku telah usai dengan baik. Si kecil ku yang lucu dan ku cintai telah menjadi seseorang yang luar biasa. Bahagiakan lah ia bersama pasangannya.”
Setelah  itu Ayah hanya bisa menunggu kedatangan kita bersama cucu-cucunya yang  sesekali datang untuk menjenguk. Dengan rambut yang telah dan semakin  memutih serta badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjaga kita  dari bahaya. Ayah telah menyelesaikan tugasnya. Ayah, Bapak, atau Papa  kita adalah 
sosok yang harus selalu terlihat kuat bahkan saat ia tidak kuat untuk tidak menangis. 
Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakan kita.
Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa 
“KAMU BISA” dalam segala hal.
Dan sungguh aku sangat merasa bahagia, saat ini Ayah masih ada disini untuk menemani dan mendampingi ku dan adik-adikku. :)
                                                                                              We ♥ you, Dad
                                                                                  Yogyakarta, 20 February, 2011
                                                                                                     Anakmu